Sejarah Organisasi

PERUBAHAN NAMA SATUAN KORPS BARET MERAH

DARI AWAL TERBENTUK HINGGA SEKARANG

KESKO TT III/SLW

(1952 – 1953)

Di awal tahun 1952, Kolonel A.E. Kawilarang, saat menjabat sebagai Panglima Tentara dan Territorium-III/Siliwangi (TT.III/SLW), berdasarkan rasa tanggung jawab terhadap peningkatan kemampuan TNI khususnya TNI Angkatan Darat serta pengalaman dalam operasi di Ambon bersama Letkol Ign. Slamet Riyadi, berupaya untuk membentuk suatu satuan yang memiliki kemampuan khusus komando di lingkungan TT.III/SLW. Situasi di Jawa Barat saat itu masih dihadapkan pada pemberontakan DI/TII pimpinan R.M. Kartosuwiryo. Gerombolan DI/TII melakukan keganasan terhadap penduduk berupa pembakaran kampung-kampung, pembunuhan terhadap rakyat yang tak berdosa dan tidak bersenjata. Mereka sangat mobil serta melakukan taktik ‘serang dan lari’ (Hit and Run) dalam menghadapi tentara Divisi Siliwangi sehingga benar-benar merupakan suatu tantangan yang menyulitkan. Untuk menghadapi situasi ini, diperlukan suatu kesatuan yang terlatih dan mampu bertempur dengan kekuatan kecil secara efisien–efektif, sehingga kebutuhan untuk segera dibentuknya pasukan khusus tersebut semakin dirasakan oleh Kolonel A.E. Kawilarang.

Upaya pembentukan diawali dengan penyusunan suatu staf pendidikan latihan untuk melatih kemampuan komando kepada prajurit-prajurit yang akan mengisi satuan yang akan dibentuk. Dalam hal ini Kolonel A.E. Kawilarang mendapat bantuan dari Mayor Rokus Bernardus Visser alias Moch. Ijon Janbi, mantan perwira pasukan khusus tentara Belanda, Corps Speciale Troepen, yang memiliki pengalaman di bidang pasukan khusus selama Perang Dunia II.

Tanggal 16 April 1952, melalui instruksi Panglima TT.III/SLW Nomor 55/ Instr/PDS/1952, diresmikan pembentukan Kesatuan Komando TT- III/ SLW (Kesko TT.III/SLW), yang hanya berisi unsur staf pendidikan saja dan belum memiliki satuan operasional. Sebagai komandan satuan ditunjuk Mayor Moch. Ijon Janbi, dibantu beberapa personel yang berpengalaman dan pernah mengikuti pendidikan khusus seperti combat intelligent dan para dasar, antara lain Lettu A. Marzuki Sulaiman, Lettu Edi Sukarna, Letda Hang Haryono dan Serma Sutrisno Juwono, dengan markas menempati Depot Batalyon di Jalan Menado Bandung.

Dokumentasi Kesko TT-III/SLW
Dokumentasi Kesko TT-III/SLW.
Depot Batalyon Jalan Menado, Bandung
Depot Batalyon Jalan Menado, Bandung.

Untuk mengisi kebutuhan tenaga pelatih, direkrut 15 orang personel dari Bintara Sekolah Kader Infanteri (SKI) serta pelatih Depot Batalyon, yang segera dilatih, digembleng dan diberikan pengetahuan khusus tentang pelajaran komando selama dua bulan mulai tanggal 24 Mei 1952. Materi-materi pelajaran Komando diambil dan ditulis kembali dari naskah-naskah berbahasa Belanda dan Inggris yang dialihbahasakan oleh Serma Sutrisno Juwono. Dari personel yang dilatih hanya delapan orang yang dinyatakan lulus, antara lain Serma Tendi Sutendi, Serma Sitompul, Serma Suwandi dan Kopral Tasdik sehingga kemudian diambil tenaga pelatih tambahan yaitu para mantan anggota Corps Speciale Troepen dari Batujajar, antara lain Sersan A.B. Nggadas, Sersan Tambayong dan Sersan Lahe. Bersamaan dengan itu, dipersiapkan asrama baru di Batujajar berupa bangunan semi permanen yang akan menjadi tempat penggemblengan para calon prajurit Komando.

Asrama semi permanen Batujajar
Asrama semi permanen di Batujajar.

Setelah persiapan tenaga pelatih dan segala sesuatunya selesai, pada tanggal 1 Juli 1952 dibuka pendidikan komando bagi calon prajurit Kesko TT.III/SLW yang dipilih dari Yon 304/Pasopati (1 Kompi), Yon ‘3 Mei’ (1 Ton) ditambah personel satuan lain di jajaran Siliwangi yang mendaftar secara sukarela. Untuk kelancaran kegiatan latihan, markas satuan kemudian dipindahkan ke Batujajar dan sebelum itu pernah menempati markas sementara di Bamboo Camp Cimahi.

Bamboo Camp Cimahi
Markas sementara di Bamboo Camp Cimahi.

Selama mengikuti pendidikan, para peserta mendapat latihan dasar komando di Batujajar, dilanjutkan latihan perang hutan (Jungle Fighting) di hutan Jayagiri Lembang dengan Assault Track di Gunung Putri. Disamping itu, para peserta melaksanakan meerdaagse oefening selama satu minggu dari Ciwidey, Cidaun (pantai Selatan Cianjur) hingga Pengalengan Jawa Barat, disertai dengan praktek pertempuran di sarang-sarang DI/TII.

Rangkaian kegiatan latihan yang secara keseluruhan berlangsung selama enam bulan tersebut sangat keras dan berat, sehingga pada saat pendidikan ditutup pada tanggal 8 Desember 1952, dari 400 orang peserta hanya tinggal 242 orang saja yang dinyatakan lulus dan diberikan kualifikasi ‘Komando.’

Berbagai keberhasilan yang diraih para prajurit Kompi ‘A’ Kesko TT- III/ SLW baik selama praktek latihan maupun dalam operasi menghadapi DI/TII, menarik perhatian pimpinan Angkatan Darat. Mengingat kepentingan dari segi pembinaan dan pengembangan satuan komando baik dari segi fasilitas, sarana maupun prasarana pendidikan khususnya menyangkut dukungan dana yang akan sulit diatasi pada tingkat territorium, serta mengingat penggunaan satuan yang operasionalnya sangat diperlukan oleh Angkatan Darat dalam ruang lingkup yang lebih luas, maka dipandang perlu kedudukan Kesko TT.III/SLW sebagai satuan komando dialihkan ke dalam organisasi Angkatan Darat. Sehubungan dengan itu maka KSAD menerbitkan Surat Keputusan Kasad Nomor. 3/KSAD/KPTS/53 tanggal 14 Januari 1953, tentang pengalihan Kesko TT.III/SLW kepada Mabes AD, disusul dengan pengumuman oleh Inspektorat Infanteri Nomor 505/XVI/Peng/Insp/53 tanggal 9 Februari 1953. Sebagai tindak lanjutnya, Panglima TT.III/SLW mengeluarkan Surat Keputusan Nomor SK/1045/IV.SLW/1953 tanggal 18 Maret 1953. Kesko TT.III/SLW secara resmi telah dialihkan kepada Mabes AD dan namanya diganti menjadi Korps Komando Angkatan Darat disingkat KKAD. Jabatan Komandan KKAD masih tetap dipercayakan kepada Mayor Moch. Idjon Janbi, demikian pula dengan susunan organisasi dan pejabat-pejabat lainnya

KORPS KOMANDO ANGKATAN DARAT/ KKAD

(1953 – 1955)

Pembentukan KKAD yang langsung berada di bawah Mabes Angkatan Darat memberikan kemajuan dalam pembinaan satuan komando khususnya dari segi organisasi dan pengembangan kemampuannya. Sebagai kelengkapan atribut dan identitas satuan, KSAD memberlakukan dan mengesahkan pemakaian baret bagi anggota-anggota KKAD dengan warna coklat, sama dengan baret yang dikenakan bagi satuan artileri

Latihan persiapan LCVP

Setelah proses pengalihan selesai, pertama-tama dilakukan upaya untuk meningkatkan kualitas unsur pendidikan. Sehubungan dengan itu, segera dipersiapkan pendidikan komando angkatan ke-2 yang khusus ditujukan untuk mendidik personel-personel yang akan ditempatkan sebagai Kern Instrukteur atau tenaga pelatih inti KKAD. Dalam kaitan dengan itu, KSAD mengeluarkan surat perintah kepada Panglima TT-I hingga VII, Nomor 408/KSAD/SP/53 tanggal 21 Juli 1953, yaitu agar menyiapkan, menyeleksi dan mengirimkan personel dari jajarannya untuk selanjutnya akan dipilih untuk mengikuti dididik sebagai pelatih komando. Dari personel-personel yang dikirim para Panglima Territorium akhirnya terpilih 87 orang calon peserta pendidikan, yang umumnya lulusan dari P-3.AD dan Sekolah Pelatih Infanteri.

Dalam pendidikan yang dibuka di Batujajar tanggal 22 Februari 1954, para peserta didik menerima gemblengan yang keras baik fisik maupun mentalnya. Meskipun merupakan prajurit-prajurit pilihan, banyak peserta pendidikan yang tidak mampu atau tidak sanggup meneruskan kegiatan latihan yang diberikan. Setelah pendidikan yang berlangsung selama kurang lebih enam bulan tersebut ditutup pada tanggal 19 Juli 1954, hanya 44 orang saja yang dinyatakan lulus. Kehadiran mereka telah menambah kekuatan tanaga pelatih komando yang sangat diperlukan dan menjadi modal dasar bagi pengembangan satuan komando yang lebih mantap. Banyak lulusan komando angkatan ke-2 khusus Kern Instrukteur ini yang dikemudian hari sukses dalam karier militernya antara lain L.B. Moerdani, Dading Kalbuadi, Gunawan Wibisono, S. Soekoso dan Soeweno.

Selesai pelaksanaan program pendidikan bagi tenaga pelatih, dalam rangka peningkatan kemampuan satuan KKAD, maka program latihan dasar kemampuan komando dengan materi operasi pendaratan laut yang belum dapat diwujudkan saat era Kesko TT.III/SLW segera direalisasikan. Kekurangan perlengkapan untuk mendukung pelatihan khususnya perahu karet LCVP (Landing Craft Vehicle Personal) dipenuhi oleh angkatan darat, meskipun masih terbatas pada produk dalam negeri yaitu dari Perusahaan Karet Jawa Rubber Industri (Pabrik Industri Karet Nasional/PIKAN) yang dibuat dengan mencontoh produk buatan Pabrik Good Year, demikian juga dengan dayung dan pelampung pengaman. Sebagai persiapan, diberikan pelatihan dan pelajaran terlebih dahulu kepada para pelatih yang disiapkan, bertempat di Danau Situ Lembang dilanjutkan di laut Cilincing, Jakarta, kemudian di pantai Sukabumi, Merak dan Cilacap yang berombak besar.

Latihan Selundup di Cilacap & Jakarta
Prajurit komando sedang melaksanakan latihan pendaratan laut di Cilincing.

Setelah segala persiapan selesai, pada tanggal 30 Agustus 1954 dibuka latihan pendaratan laut yang dinamai latihan ‘Selundup,’ diikuti oleh personel-personel Kompi ‘A’ KKAD. Kegiatan latihan dilaksanakan dalam dua tahap dengan tempat yang berbeda, pertama latihan pendaratan laut di pantai Cilacap sampai dengan tanggal 12 September 1954 dilanjutkan latihan kedua di pantai Jakarta mulai tanggal 20 September hingga 11 Oktober 1954 yang diakhiri dengan meerdaagse oefening menuju Batujajar.

Penugasan operasi & pengamanan Pemilu 1955
Komandan KKAD memberikan penjelasan

Ditengah berbagai upaya peningkatan kemampuan yang dilakukan, KKAD tidak pernah absen dalam memberikan dharma bhaktinya kepada bangsa dan negara. Beberapa kali prajurit-prajurit KKAD diterjunkan untuk melaksanakan penugasan operasi, khususnya dalam rangka menghadapi keganasan gerombolan DI/TII yang melakukan teror terhadap rakyat di Jawa Barat, termasuk juga penugasan dalam rangka pengamanan Pemilu yang baru pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada tahun 1955.

Peresmian RPKAD di Batujajar (1955)
R.A. Fadillah memimpin HUT ABRI 1954

RESIMEN PASUKAN KOMANDO ANGKATAN DARAT/ RPKAD (1955 – 1959)

Perkembangan kemampuan prajurit-prajurit KKAD serta hasil-hasil yang telah dicapai dalam penugasan-penugasan operasi mendapat perhatian dari pimpinan angkatan darat. Dengan mempertimbangkan kebutuhan baik bagi angkatan darat maupun APRIS terhadap keberadaan satuan komando yang dapat diandalkan untuk menghadapi ancaman dan gangguan yang semakin kompleks di wilayah Indonesia yang luas, maka kekuatan KKAD dipandang perlu untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi satu Resimen. Sebagai realisasinya, KSAD mengeluarkan Surat Keputusan No. Kpts.259/KSAD/1955 tanggal 14 Juli 1955, merubah organisasi KKAD menjadi Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat disingkat RPKAD, yang kemudian diresmikan dalam suatu upacara di Batujajar tanggal 25 Juli 1955 dengan inspektur upacara Wakil Presiden RI, Mohammad Hatta. Komandan KKAD, Mayor Inf Moch Idjon Djanbi masih diberi kepercayaan untuk menjabat sebagai Komandan RPKAD. Sebagai kelengkapan anggota-anggota RPKAD yang berkualifikasi komando, diberikan pembagian baret berwarna merah darah, menggantikan baret terdahulu yang sewarna dengan baret satuan artileri yaitu coklat. Badge pada baret menggunakan emblem yang dirancang oleh Letda Inf Dodo Sukanto Perwira Biro Pengajaran dibantu Sersan Hasan sebagai juru gambar.

Peresmian RPKAD di Batujajar (1955)

Untuk lebih memantapkan organisasi satuan yang pada era KKAD strukturnya masih sederhana dilengkapi dengan unsur staf pembantu pimpinan.Staf pendidikan yang sebelumnya dirangkap dan dioperasionalkan oleh biro pengajaran disempurnakan dan dikembangkan yang kemudian disahkan menjadi Sekolah Pasukan Komando Angkatan Darat disingkat SPKAD. Selanjutnya dalam rangka pengisian personel satuan operasional untuk memenuhi kebutuhan kekuatan yang dimekarkan menjadi satu Resimen, pada tanggal 1 Agustus 1955 dibuka pendidikan komando angkatan ke-3 yang diikuti oleh 332 orang peserta didik. Pendidikan berlangsung selama tujuh bulan yang mencakup latihan basis komando sampai dengan latihan pendaratan laut. Personel yang berhasil lulus berjumlah 250 orang, yang kemudian disusun dalam satu kompi dengan nama Kompi ‘B,’ sebagai komandan kompi ditunjuk Lettu Inf A. Kodim. Dalam upaya untuk lebih meningkatkan kualitas kemampuan satuan, Komandan RPKAD, Mayor Inf Idjon Djanbi, mengusulkan kepada pimpinan angkatan darat agar prajurit-prajurit RPKAD dibekali dengan kemampuan Para. Usulan itu selain disampaikan secara lisan dalam setiap kesempatan, juga melalui karya tulis Mayor Inf Idjon Djanbi di majalah angkatan darat, yang menyangkut pentingnya kemampuan Para bagi prajurit-prajurit RPKAD agar dapat digerakkan secara cepat dalam waktu singkat, mengingat geografis wilayah Indonesia yang sangat luas dan terdiri atas pulau-pulau. Dengan kemampuan Para, maka Satuan RPKAD dapat diandalkan bila diperlukan untuk diterjunkan di daerah belakang musuh dan kemudian memporakporandakan pertahanannya. Pimpinan angkatan darat menyetujui usulan itu dan sebagai realisasinya melalui kerja sama dengan angkatan udara, pada tanggal 15 Mei 1956 dimulailah pendidikan Para bagi prajurit-prajurit RPKAD yang diselenggarakan di Wing Pendidikan-001/AURI di Margahayu Bandung dengan peserta 62 orang dan berhasil lulus 59 orang, diikuti pendidikan- pendidikan gelombang berikutnya.

Pendidikan Para di Margahayu (1956)
Latihan ground training Para di Batujajar

Melalui program pendidikan Para yang dilakukan, akhirnya secara bertahap seluruh anggota sudah memiliki brevet Para, dan RPKAD menjadi satuan angkatan darat pertama yang berkemampuan Para. RPKAD pun telah melangkah lebih jauh dengan mengirimkan personel- personel RPKAD untuk dididik menjadi pelatih Para, dan hasilnya meskipun pelaksanaan penerjunan tetap dilaksanakan di AURI Margahayu, namun RPKAD mampu melaksanakan sendiri pelatihan ground training Para di Batujajar, sehingga akhirnya RPKAD dipercaya dan ditunjuk sebagai pembina fungsi Para dalam jajaran angkatan darat. Disamping aspek kemampuan, alat peralatan dan sistem persenjataan RPKAD juga semakin mendapat perhatian dan dilengkapi pimpinan angkatan darat. Berkaitan dengan itu, KSAD, A.H. Nasution sendiri terjun langsung melakukan pembelian alat peralatan dan senjata ke luar negeri, antara lain ke Rusia.

Penguatan alutsista dan sistem persenjataan

RESIMEN PARA KOMANDO ANGKATAN DARAT/ RPKAD

(1959 – 1962)

RPKAD sebagai pasukan komando yang sudah dilengkapi dengan kemampuan Para, oleh pimpinan angkatan darat melalui Surat Telegram KASAD Nomor ST/3195/1959 tanggal 22 Agustus 1959 secara organisasi dirubah namanya melalui penggantian istilah ‘Pasukan’ dengan istilah ‘Para’ sesuai kemampuan baru yang dimiliki, sehingga namanya lengkapnya yaitu Resimen Para Komando Angkatan Darat. Penetapannya secara resmi dilaksanakan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan KASAD Nomor Kpts.956/10/1959 tanggal 26 Oktober 1959. Keputusan perubahan nama tersebut disusul dengan keputusan pemisahan unsur pendidikan dari organisasi RPKAD, yaitu Surat Keputusan KASAD Nomor Kpts.1037/12/1959 tanggal 21 Desember 1959. RPKAD secara organisasi ditempatkan berkedudukan langsung di bawah KASAD, sedangkan unsur pendidikan yang sudah disesuaikan namanya menjadi Sekolah Para Komando Angkatan Darat (SPKAD) berada di bawah Komando Pendidikan dan Latihan Angkatan Darat (Koplat). Sejalan dengan itu, pangkalan RPKAD secara berangsur- angsur dipindahkan ke lokasi yang disiapkan di Cijantung, Jakarta dan pangkalan yang lama digunakan oleh SPKAD yang semula hanya menempati bagian belakang komplek pangkalan di Batujajar.

Pangkalan RPKAD di Cijantung

Menjelang dicanangkannya ‘Trikora,’ hampir seluruh anggota RPKAD yang bertugas di luar Jawa ditarik dalam rangka persiapan penugasan operasi pembebasan Irian Barat. Untuk meningkatkan mutu dan ketangkasan prajurit sebelum diterjunkan ke daerah operasi, pada tanggal 27 Juli 1961 dilaksanakan latihan-latihan khusus yang disebut Latihan Prayudha dengan pangkalan di Cilacap di bawah pimpinan Kapten Inf L.B. Moerdani Selesai latihan, Kompi A dan Kompi B dilebur menjadi satu yang disebut Detasemen Pasukan Chusus disingkat DPC dibawah pimpinan Kapten Inf L.B. Moerdani. DPC yang terdiri dari empat Tim itu memperoleh bantuan tenaga ahli di bidang ekonomi, politik, kesehatan dan zeni pionir (demolisi) melalui kerjasama dengan Universitas Gadjah Mada. Pasukan ini dirancang sebagai Tim pemandu, yang dikirimkan untuk menggarap daerah sasaran dengan mendayagunakan segenap potensi setempat agar matang untuk menyongsong pendaratan induk pasukan.

Latihan Prayudha di Cilacap (1961)

RESIMEN PARA KOMANDO ANGKATAN DARAT/MENPARKOAD

(1962-1966)

Pada tanggal 16 Juni 1962 singkatan Singkatan nama Resimen Para Komando Angkatan Darat dirubah menjadi Menparkoad, demikian juga dengan singkatan Sekolah Para Komando Angkatan Darat dirubah menjadi Separkoad. Meskipun demikian, sebutan RPKAD yang telah dikenal luas sejak lama sebagai satuan prajurit-prajurit Baret Merah masih banyak digunakan oleh umum.

Menparkoad & Separkoad (1962)
MENPARKOAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) 1962-1966. HUT Satuan Baret Merah dan penyematan brervet Komando kpd Letjen Ahmad Yani. 1965

Pusat Pasukan Khusus Angkatan Darat Puspassus AD

(1966-1971)

Mengingat perkembangan kemampuan serta sifat dan tugas-tugas satuan yang serba khusus sehingga diperlukan pengorganisasian secara khusus pula, maka Danmenparkoad menyampaikan saran tentang perlunya dilakukan perubahan terhadap organisasi Menparkoad. Sebagai realisasinya, Meng/Pangad mengeluarkan Surat Keputusan No. Kep/80/II/1966 tanggal 12 Februari 1966, yang merubah Menparkoad menjadi Pusat Pasukan Khusus Angkatan Darat disingkat Puspassus AD. Menparkoad yang salah satu tugasnya adalah sebagai badan yang bertanggung jawab terhadap pembinaan fungsi dan satuan Para Komando, ditingkatkan menjadi badan yang bertanggung jawab terhadap pembinaan fungsi Komando, Para, Sandi Yudha (covered operation) dan operasi khusus lainnya. Kaitannya dengan itu pula, Separkoad juga dirubah menjadi Pusat Pendidikan Pasukan Khusus Angkatan Darat disingkat Pusdik Passus AD, yang secara organik dan administrasi berada di bawah Puspassus AD namun pengendalian operasionalnya masih berada di bawah Koplat Peningkatan itu pula telah menjadikan satuan Baret Merah yang semula dipimpin oleh seorang Komandan berpangkat Kolonel kemudian dipimpin oleh seorang Komandan berpangkat Brigadir Jenderal TNI

Pataka Korps Baret Merah (1966)
PUSPASSUS AD, Pusat Pasukan Khusus Angkatan 1966-1971. 16 Apr 1966 HUT ke 14 Satuan Baret Merah di Parkir Timur Senayan.

Menyusul perubahan organisasi, pada tanggal 15 April 1966 menjelang usianya yang ke-14, untuk pertama kalinya satuan Korps Baret Merah oleh pimpinan angkatan darat dianugerahi lambang satuan berupa Pataka yang merupakan lambang kehormatan, keluhuran, kejayaan dan kebanggaan satuan atau korps Penyempurnaan dan pemantapan organisasi Puspassus AD dalam perkembangannya terus berjalan setelah kepemimpinan satuan ditimbang-terimakan dari Brigjen TNI Sarwo Edhie Wibowo kepada penggantinya Brigjen TNI Widjojo Soejono, antara lain dengan meningkatkan kekuatan dan organisasi batalyon menjadi grup setingkat brigade. Sehubungan dengan itu, dalam rangka penambahan personel maka dilakukan pendaftaran untuk Sekolah Calon Tamtama (Secatam) Komando di Magelang. Program pendidikan yang dilaksanakan selama tahun 1966 hingga 1967 menghasilkan 600 orang tamtama remaja yang langsung dimasukkan ke dalam satuan-satuan operasional. Akhirnya pada tanggal 17 Juli 1967 direalisasikan pembentukan dan sekaligus peresmian tiga Grup Puspassus AD yang masing-masing terdiri dari dua Detasemen Tempur, yaitu:

  • Grup-1 Puspassus AD, sebagai peningkatan dari Yon-1, dengan pangkalan di Cijantung, Jakarta.
  • Grup-2 Puspassus AD, sebagai peningkatan dari Yon-2, dengan pangkalan di Tuguran Magelang, Jawa Tengah.
  • Grup-3 Puspassus AD, sebagai peningkatan dari Yon-3, dengan pangkalan di Kandang Menjangan Kartasura, Jawa Tengah.

Kurang lebih seminggu kemudian, yaitu pada tanggal 24 Juli 1967, Yon Sandha yang kekuatannya masih sangat kecil diresmikan menjadi Grup-4 Puspassus AD dengan pangkalan di Cijantung Jakarta. Untuk mengisi personel Grup-4 yang terdiri dari enam Karsa Yudha, dilakukan penambahan personel yang berasal dari Mako (Denma) dan personel dari Grup-1 hingga 3 yang pernah menempuh pendidikan Sandi Yudha di Batujajar dan praktek di Jawa Tengah Pendidikan Sandi Yudha bagi prajurit-prajurit Korps Baret Merah untuk pertama kalinya dilaksanakan sekitar pertengahan tahun 1966 setelah Sekolah Sandi Yudha terbentuk. Sebagai tindak lanjutnya, Men/Pangad mengeluarkan Surat Keputusan Nomor. Kep/1142/IX/1967 tanggal 12 September 1967, yang antara lain berisi penetapan Puspassus AD sebagai organ yang bertanggung jawab atas pembinaan doktrin dan pelaksanaan operasi khusus yang bertitik tolak Sandi Yudha dalam angkatan darat. Pembinaan teknis terhadap Raider ditiadakan, karena kualifikasi Raider akan diarahkan menjadi kualifikasi kemampuan bagi satuan infanteri biasa. Meskipun sekolah Para di Pusdikpassus AD merupakan satu-satunya pendidikan Para di jajaran angkatan darat, namun pembinaan terhadap pasukan Linud tetap dilakukan sendiri oleh cabang/kesenjataan darimana pasukan itu berasal.

KOMANDO PASUKAN SANDI YUDHA/ KOPASSANDHA

(1971-1985)

Seiring dengan perubahan organisasi dan prosedur di lingkungan ABRI khususnya TNI AD yang mulai digulirkan sejak awal tahun 1970 menyangkut pembentukan beberapa Komando Pembinaan serta badan- badan Angkatan Darat, secara organisasi terjadi perubahan pula terhadap Puspassus AD. Kaitan dengan itu, berdasarkan Surat Keputusan KASAD No. Kep-63/II/1971 tanggal 17 Februari 1971, Puspassus AD dirubah menjadi Komando Pasukan Sandi Yudha disingkat Kopassandha, dengan Patakanya yang baru yaitu ‘Tribuana Candraca Satya Dharma.’ Perubahan itu diikuti pula dengan pemisahan pembinaan, tugas, fungsi dan nama jabatan, Kopassandha secara operasional berada di bawah Mabes ABRI/Hankam sedangkan secara administrasi tetap berada di bawah Mabes TNI AD. Kopassandha menjadi Komando Utama Pembinaan dengan tugas melaksanakan pembinaan kesiapan operasional Satuan Parako dan Sandha, dan jabatan Komandan dari satuan Baret Merah ini dirubah sebutannya menjadi Komandan Jenderal.

Pataka Korps Baret Merah (1966)
KOPASSANDHA 1971-1985

Selanjutnya atas dasar Surat Keputusan KASAD No. Kep-171/III/1971 tanggal 22 Maret 1971, Pusdikpassus AD pun kemudian diganti menjadi Pusdik Sandha Linud yang rangkanya terlepas dari organisasi Kopassandha. Pusdik Sandha Linud menjadi berada dibawah Pussandha Linud yang merupakan Badan Pelaksana di bawah Kobangdiklatad, karena pembinaan fungsi Sandha dan Linud yang meliputi pengembangan petunjuk dan tata cara/prosedur serta kegiatan pendidikan dan latihan telah menjadi tugas Pussandha Linud berdasarkan Surat Keputusan KASAD No. Kep-755/XII/1970 tanggal 26 Desember 1970. Markas Pussandha Linud menggunakan sebagian bangunan dan menjadi satu dengan Pusdikpassus AD yang telah berubah menjadi Pusdik Sandha Linud.

Sekitar pertengahan tahun 1978, dalam rangka pemantapan satuan dan efektifitas penugasan, Grup-3/Parako dilikuidasi dan personelnya dimasukkan ke dalam formasi Grup-1/Parako, Grup-2/Sandha dan Grup- 4/Sandha. Pangkalan Grup-3/Parako di Kandang Menjangan, Kartasura- Jawa Tengah kemudian digunakan sebagai pangkalan Grup-2/Sandha yang semula berada di Magelang. Dalam perkembangannya, sesuai dengan Renstra-II tahun 1 dan 2 yang diantaranya menyangkut Satuan Kopassandha, Grup-3/Parako dibentuk kembali dengan dikeluarkannya Surat Keputusan KASAD Nomor Skep/155/III/1980 tanggal 29 Agustus 1980. Personel Grup-3/Parako diambil dari satuan Yonif-700 Kodam- XIV/Hassanuddin Ujung Pandang yang pangkalannya sekaligus dijadikan sebagai pangkalan Grup-3/Parako, ditambah personel lainnya yang berasal satuan-satuan di jajaran Kopassandha sendiri. Secara resmi pembentukan ditandai dengan upacara penyerahan Dhuaja Grup-3/ Parako yang dilaksanakan pada tanggal 15 April 1981 bertempat di lapangan Grup-2/Sandha Kartasura.

Pataka Korps Baret Merah (1966)
KOPASSANDHA. Hut ke XXIX tgl 16 Apr 1981 d G-2 Kartasura. Peresmian G3 Kopassandha markas d Kariango

Pada tahun ini pula, pangkalan Grup-1/Parako yang semula berada di Jakarta secara berangsur-angsur dipindahkan ke pangkalan baru di Taktakan, Serang-Jawa Barat (sekarang Banten) yang telah selesai dibangun dan diresmikan penggunaannya oleh Menhankam/Pangab Jenderal TNI M. Jusuf pada tanggal 20 Agustus 1981. Namun demikian salah satu Denpur Grup-1/Parako yaitu Denpur-11 masih tetap ditempatkan di Cijantung, Jakarta sebagai pasukan cadangan Mako Kopassandha dalam rangka mendukung pengamanan Ibukota Jakarta. Denpur-11 ini secara berangsur-angsur baru digeser bergabung dengan induk pasukannya di Serang tiga tahun kemudian yaitu pada pertengahan tahun 1984

Pataka Korps Baret Merah (1966)
Markas Denpur-12 Grup-1 Kopassandha setelah pindah dari Cijantung

Pada tanggal 31 Maret 1981, 35 orang prajurit Kopassandha dari Grup- 1/Parako, Grup-4/Sandha dan Mako/Denma yang tergabung dalam satuan tugas anti teror pimpinan Letkol Inf Sintong Panjaitan, berhasil membebaskan dan menyelamatkan penumpang pesawat terbang DC-9 Garuda Indonesia nomor penerbangan GA206 dengan sandi WOYLA, yang dibajak kelompok Imron pada tanggal 28 Maret 1981 saat dalam penerbangan dari Palembang ke Medan dan kemudian dipaksa mendarat di Bandara Don Muang, Bangkok. Berawal dari peristiwa dan keberhasilan itu serta berdasarkan analisis mengenai peningkatan kegiatan terorisme internasional ini, kemudian dibentuk kesatuan baru setingkat Detasemen sebagai satuan anti teror di lingkungan Kopassandha dengan nama Detasemen-81 Kopassandha disingkat Den-81 Kopassandha, sesuai dengan Surat Keputusan Nomor 4/VI/1982 tanggal 30 Juni 1982

Komando Pasukan Khusus/ Kopassus

(1985-1996)

Dalam perjalanan sejarahnya, seiring dengan penetapan kebijakan pembentukan postur prajurit ABRI yang kecil, efektif, efisien dan profesional, atas dasar instruksi Pangab dalam rangka reorganisasi khususnya di jajaran angkatan darat, maka pada tahun 1985 terjadi perubahan terhadap organisasi Kopassandha. Berdasarkan Surat Keputusan Kasad Nomor Skep/446/V/1985 tanggal 21 Mei 1985, organisasi Kopassandha dirubah menjadi Komando Pasukan Khusus disingkat Kopassus. Melalui perubahan itu pula, wadah pendidikan bagi prajurit-prajurit Baret Merah yang semula berada di bawah Pussandha Linud Kobangdilatad kembali masuk dalam organisasi Kopassus, dan nama jabatan Komandan Jenderal diubah menjadi Komandan Setelah dilakukan regrouping melalui perampingan dan alih fungsi unsur satuan, Kopassus kemudian menjadi terdiri dari tiga Grup yaitu Grup-1 dengan pangkalan di Taktakan Serang, Grup-2 di Kandang Menjangan Kartasura dan Grup-3 di Batujajar, serta satu Detasemen yaitu Den-81 yang berpangkalan di Cijantung, Jakarta. Grup-1 dan Grup-2 masing-masing terdiri dari dua Yon yaitu satu Yon Parako dan satu Yon Sandha, sedangkan Grup-3 merupakan Pusat Pendidikan Pasukan Khusus (Pusdikpassus) yang membawahi beberapa satuan pendidikan. Proses regrouping dalam rangka reorganisasi Kopassus itu memakan waktu selama hampir dua tahun, yang diawali dengan pengelompokan dan pemisahan personel sehingga kekuatan Kopassus yang semula berkisar 6.200 orang berkurang menjadi 3.400 orang sesuai organisasi yang baru. Pengurangan kekuatan personel dari segi jumlah dilakukan secara seimbang dengan peningkatan standar kemampuan personel sesuai jabatan. Setiap prajurit Kopassus dipersyaratkan memiliki lebih dari satu keahlian spesialisasi (cross specialization), sehingga dapat diwujudkan efektifitas dan efisiensi dihadapkan dengan pelaksanaan tugasnya dalam hubungan satuan.

Komando Pasukan Khusus/ Kopassus

(1996-2001)

Setelah mendapatkan persetujuan dan pengesahan dari Komando Atas, dengan keluarnya Surat Keputusan KASAD Nomor Kep/2/V/1996 tanggal 1 Mei 1996, organisasi Kopassus yang baru diresmikan dalam upacara di Lapangan Makopassus dengan Inspektur Upacara Jenderal TNI R. Hartono, KASAD, pada tanggal 25 Juni 1996. Dalam organisasi baru, Pataka Kopassus ‘Mahir dan Andal’ digantikan dengan Pataka ‘Tribuana Candraca Satya Dharma’ yang pernah digunakan semasa Kopassus masih bernama Kopassandha.

Dengan reorganisasi itu, terjadi pengembangan Kopassus dari semula terdiri dari tiga grup dan satu detasemen menjadi lima grup serta satu Yon Penerbad (EM). Pembentukan Yon Penerbad dalam organisasi Kopassus ditujukan untuk memenuhi tuntutan kecepatan dan mobilitas satuan yang tinggi dalam rangka pelaksanaan operasi, sekaligus digunakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan latihan. Di tingkat Makopassus, penataan juga dilakukan dengan penambahan staf pembantu pimpinan di bidang perencanaan yaitu Asisten Perencanaan (Asren), serta pembentukan organ-organ baru antara lain Puskodal Kopassus. Sebutan bagi jabatan Dankopassus diubah menjadi Danjen Kopassus yang dijabat oleh seorang Pati berpangkat Mayor Jenderal TNI dengan dibantu Wadanjen Kopassus berpangkat Brigadir Jenderal TNI.

Komando Pasukan Khusus/ Kopassus

(2001- 2025)

Setelah dilakukan penataan dengan meninjau fungsi-fungsi serta mengkaji pembagian tugas dan tanggung jawab yang melahirkan pembebanan tugas yang dapat dirangkap, maka hasilnya organisasi Kopassus yang baru dari segi kekuatan menjadi lebih ramping dibanding organisasi yang lama. Tugas pokok Kopassus yang berlaku juga telah diformulasikan kembali sesuai dengan rumusan tugas pokok TNI sejalan dengan reformasi internal yang dilaksanakan, agar tidak terjadi kesalahan penafsiran dalam pelaksanaan tugas yang diberikan. Hasil dari pembenahan tersebut, Kopassus yang semula terdiri dari lima Grup berubah menjadi terdiri dari tiga Grup, satu Pusat Pendidikan dan satu Satuan Penanggulangan Teror.

Komando Pasukan Khusus/ Kopassus

(2025 - sekarang)

Pada tanggal 10 Agustus 2025 terjadi validasi organisasi dari bintang 2 ke bintang 3 bersamaan dengan perubahan nomenklatur nama jabatan Danjen Kopassus menjadi Panglima Kopassus. Validasi organisasi ini berdampak pada perubahan struktur di bawahnya, dimana jumlah grup di Kopassus bertambah dari tiga menjadi enam.