Operasi Dwikora (1964–1966)
Konfrontasi Indonesia–Malaysia di era Presiden Soekarno
Operasi Dwikora (Dwi Komando Rakyat) adalah nama operasi militer yang dilancarkan oleh Indonesia sebagai bentuk konfrontasi terhadap pembentukan Federasi Malaysia. Operasi ini merupakan salah satu episode penting dalam sejarah politik luar negeri Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno.
Latar Belakang
Latar belakang utama Operasi Dwikora adalah penolakan keras Presiden Soekarno terhadap rencana pembentukan Federasi Malaysia. Indonesia memandang federasi ini sebagai “proyek neo-kolonialisme” dan “neo-imperialisme” Inggris yang berupaya mengepung Indonesia. Kekhawatiran ini muncul karena rencana tersebut akan menggabungkan wilayah-wilayah bekas koloni Inggris (Malaya, Singapura, Sarawak, dan Sabah) menjadi satu negara.
Soekarno merasa bahwa kehadiran negara boneka Inggris di perbatasan Indonesia akan mengancam kedaulatan dan keamanan nasional. Oleh karena itu, ia menyatakan konfrontasi dengan semboyan “Ganyang Malaysia.”
Isi Dwikora
Pada 3 Mei 1964, di hadapan apel besar sukarelawan di Jakarta, Presiden Soekarno membacakan isi Dwi Komando Rakyat:
- Perhebat ketahanan revolusi Indonesia.
- Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Sarawak, dan Brunei untuk membubarkan negara boneka Malaysia.
Jalannya Operasi
Operasi Dwikora berlangsung dari tahun 1964 hingga 1966. Pada awalnya, konfrontasi ini dimulai dengan serangan-serangan tidak resmi dan infiltrasi “sukarelawan” ke wilayah Malaysia, terutama di Kalimantan. Namun, seiring waktu, pasukan reguler TNI—termasuk Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD, kini Kopassus)—mulai terlibat aktif.
Pertempuran sengit terjadi di perbatasan Kalimantan, ketika pasukan Indonesia berhadapan langsung dengan tentara Malaysia dan pasukan Persemakmuran Inggris (Inggris, Australia, Selandia Baru). Pasukan Baret Merah memainkan peran vital dalam misi infiltrasi dan kontra-insurgensi.
Peran Kunci Kopassus
- Infiltrasi: RPKAD melakukan operasi infiltrasi ke Malaysia Timur dan Semenanjung Malaya untuk sabotase, intelijen, dan melatih sukarelawan. Mereka menyusup lewat darat, laut, dan udara, sering menghadapi kondisi ekstrem.
- Pelatihan Sukarelawan: Kopassus melatih milisi lokal dalam taktik gerilya, penggunaan senjata, dan bertahan hidup, guna menciptakan kekuatan internal yang mengganggu stabilitas lawan.
- Kontra-insurgensi: Di perbatasan Kalimantan, Kopassus melakukan patroli dan penyergapan terhadap pasukan Malaysia dan Inggris. Keahlian perang hutan menjadi andalan.
Peran ini menunjukkan kapasitas Kopassus sebagai pasukan khusus non-konvensional di belakang garis musuh, yang mempengaruhi dinamika konflik.
Akhir Konfrontasi
Operasi Dwikora berakhir pada tahun 1966. Perubahan politik di Indonesia—terutama setelah peristiwa G30S/PKI dan transisi kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Jenderal Soeharto—membuka jalan penyelesaian konflik.
- 28 Mei 1966 — Perundingan damai dimulai di Bangkok.
- 11 Agu 1966 — Perjanjian damai ditandatangani oleh Menlu RI Adam Malik dan Wakil PM Malaysia Tun Abdul Razak.
Perjanjian ini mengakhiri konfrontasi dan Indonesia mengakui kedaulatan Federasi Malaysia.